Kamis, 24 Desember 2009
Pneumotoraks
Kamis, Desember 24, 2009 |
Diposting oleh
Perawat Ksatria Indonesia |
Edit Entri
1.1 Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu:
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada empiema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4:1); paling sering pada usia 20-30tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri.....
BAB II
A. Definisi
Penumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemerikasaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis pneumothoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan diluar garis ini. Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumothoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Pneumothoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumothoraks Terbuka: Jika udara dapat keluar masuk dengan bebas rongga pleura selama proses respirasi.
2. Pneumothoraks Tertutup: Jika tidak ada pergerakan udara.
3. Pneumothoraks Valvular: Jika udara dapat masuk kedalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumothoraks.
Pneumotoraks adalah adanya udara didalam rongga pleura, akibat robeknya pleura visceral, dapat terjadi spontan atau karena trauma. Rhea (1982), membuat klasifikasi pneumotoraks atas dasar prosentase pneumotoraks, kecil bila pneumotoraks <> 40%. Pada pneumotoraks kecil ( <>92% berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation. Periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 kaji respiratory rate periksa system pernapasan cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.
c. Circulation
kaji heart rate dan rhytem catat tekanan darah lakukan pemeriksaan EKG lakukan pemasangan IV akses lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
d. Disability
1. Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU.
2. Penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU.
a. Data subyektif
1. Perjalanan trauma
2. Kapan trauma terjadi
b. Data obyektif
1. Nyeri tajam dan tiba – tiba dalam dada
2. Dispneu, ansietas, diaphorexis, nadi lemah dan cepat.
3. Terhentinya pergerakan dada normal pada sisi yang terkena
4. Trakea berdevisiasi kea rah sisi yang tidak terkena
5. Hiperesonansi pada perkusi
6. Suara pernafasan menurun atau tidak ada
7. Vocal vremitus menurun atau tidak ada
8. Tidak ada suara tambahan.
c. Tes diagnostic
1. Pemeriksaan rotogen dada
2. Gas darah arteri untuk penentuan Pa O2, PaCO2 dan Ph.
J. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
• Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien efektif.
KH: Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
Intervensi:
a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional:
a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)
d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.
f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma.
h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.
BAB III
A. Kesimpulan
Penumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemerikasaan sinar tembus dada(1). Dimana diagnosis pneumothoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan diluar garis ini. Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Etiologi
1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
2. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur olehvesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
3. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
4. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
5. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak).
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya:
1. Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
2. Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
Patofisiologi
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
Tanda dan Gejala
1. Sesak napas berat.
2. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan.
3. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk.
4. Pengembangan dada tidak simetris.
5. Sianosis.
Pemeriksaan fisik
1. inspeksi
2. palpasi
3. perkusi
4. alkustasi
Pemeriksaan diagnostik
a. Sinar X dada: menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
b. GDA: variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
c. Torasentesis: menyatakan darah / cairan sero sanguinosa
d. Hb: mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
Terapi
1. Pneumotoraks Simpel
Merupakan pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
• Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total).
• Tidak ada mediastinal shift.
• PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓.
Penatalaksanaan: WSD.
2. Pneumotoraks Tension
Merupakan pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi: kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis.
c. Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro.
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula).
2. Pemasangan WSD.
3. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound, terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil).
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka.
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks).
Pathway
Trauma dada
Kebocoran/tusukan/laserasi pleura visera
Udara/cairan masuk kedalam ruang pleura
Volume ruang pleura meningkat
Distress pernafasan
Gangguan pertukaran gas
Penekanan pada struktur mediasional
Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda: takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Tanda: ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Tanda: adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala: nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah
f. Pernapasan
Tanda: pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun, perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Gejala: kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Gejala: adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
Diagnosa dan Intervensi keperawatan
• Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien efektif.
KH: Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
Intervensi:
a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional:
a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)
d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.
f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma.
h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.
B. Saran
Hendaknya dalam memberikan tindakan medis pada pasien yang yang menderita Pneumothoraks, dilakukan secara tepat sesuai dengan prosedur yang berlaku. Agar penyakit ini bisa disembuhkan dengan baik. Perlu adanya kerjasama yang baik dari berbagai petugas medis.
Label:
ilmu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
jam
Jumlah pengunjung
Laskar X-Pan City
- Perawat Ksatria Indonesia
- Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
- Dunia telah memberikan arti bagi hidupku. Saya hanyalah anak kampung yang tidak ingin ketinggalan dengan kemajuan teknologi. Bukan saatny orang kampung termarjinalkan. Sekarang adalah saatnya untuk maju. membuka bakat terpendam yang dimiliki oleh orang kampung seperti saya ini.
Perjalananku
- [TIPS] (8)
- anak (2)
- askep (6)
- bedah (10)
- bisnisku (5)
- curahan hatiku (9)
- dari sahabatku (10)
- gawat darurat (4)
- GIZI (1)
- hanya cerita (2)
- Hiburan (5)
- ilmu (22)
- ilmu jiwa (1)
- informasi (12)
- kulit (1)
- maternitas (2)
- motivasi (2)
- musik (1)
- my fam (1)
- obat (1)
- pedoman perawat (1)
- penyakit dalam (3)
- skripsi (1)
- SYARAF (1)
- teman (2)
- Untuk mengingatkan (11)
- VITAMIN (6)
0 komentar:
Posting Komentar
kasih komentar anda