Kamis, 24 Desember 2009
Pneumotoraks
Kamis, Desember 24, 2009 |
Diposting oleh
Perawat Ksatria Indonesia |
Edit Entri
1.1 Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.
Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial . Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura, TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks iatrogenik). Ada tiga jalan masuknya udara ke dalam rongga pleura, yaitu:
1. Perforasi pleura viseralis dan masuknya udara dan dalam paru.
2. Penetrasi dinding dada (dalam kasus yang lebih jarang perforasi esofagus atau abdomen) dan pleura parietal, sehingga udara dan luar tubuh masuk dalam rongga pleura.
3. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk gas misalnya pada empiema.
Kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena banyak kasus-kasus yang tidak di diagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4:1); paling sering pada usia 20-30tahun.
Pneumotoraks spontan yang timbul pada umur lebih dan 40 tahun sering disebabkan oleh adanya bronkitis kronik dan empisema. Lebih sering pada orang-orang dengan bentuk tubuh kurus dan tinggi (astenikus) terutama pada mereka yang mempunyai kebiasaan merokok. Pneumonotoraks kanan lebih sering terjadi dan pada kiri.....
BAB II
A. Definisi
Penumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemerikasaan sinar tembus dada. Dimana diagnosis pneumothoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan diluar garis ini. Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas:
1. Pneumothoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Pneumothoraks dapat juga dibagi atas:
1. Pneumothoraks Terbuka: Jika udara dapat keluar masuk dengan bebas rongga pleura selama proses respirasi.
2. Pneumothoraks Tertutup: Jika tidak ada pergerakan udara.
3. Pneumothoraks Valvular: Jika udara dapat masuk kedalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumothoraks.
Pneumotoraks adalah adanya udara didalam rongga pleura, akibat robeknya pleura visceral, dapat terjadi spontan atau karena trauma. Rhea (1982), membuat klasifikasi pneumotoraks atas dasar prosentase pneumotoraks, kecil bila pneumotoraks <> 40%. Pada pneumotoraks kecil ( <>92% berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation. Periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2 kaji respiratory rate periksa system pernapasan cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.
c. Circulation
kaji heart rate dan rhytem catat tekanan darah lakukan pemeriksaan EKG lakukan pemasangan IV akses lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
d. Disability
1. Lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU.
2. Penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU.
a. Data subyektif
1. Perjalanan trauma
2. Kapan trauma terjadi
b. Data obyektif
1. Nyeri tajam dan tiba – tiba dalam dada
2. Dispneu, ansietas, diaphorexis, nadi lemah dan cepat.
3. Terhentinya pergerakan dada normal pada sisi yang terkena
4. Trakea berdevisiasi kea rah sisi yang tidak terkena
5. Hiperesonansi pada perkusi
6. Suara pernafasan menurun atau tidak ada
7. Vocal vremitus menurun atau tidak ada
8. Tidak ada suara tambahan.
c. Tes diagnostic
1. Pemeriksaan rotogen dada
2. Gas darah arteri untuk penentuan Pa O2, PaCO2 dan Ph.
J. Diagnosa dan Intervensi keperawatan
• Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien efektif.
KH: Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
Intervensi:
a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional:
a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)
d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.
f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma.
h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.
BAB III
A. Kesimpulan
Penumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemerikasaan sinar tembus dada(1). Dimana diagnosis pneumothoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan diluar garis ini. Pneumothorax berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis.
Etiologi
1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
2. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur olehvesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
3. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
4. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
5. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak).
Pneumotoraks dapat diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya:
1. Pneumotoraks Spontan (primer dan sekunder)
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa disertai penyakit paru yang mendasarinya, sedangkan pneumotoraks spontan sekunder merupakan komplikasi dari penyakit paru yang mendahuluinya.
2. Tension Pneumotoraks
Disebabkan trauma tajam, infeksi paru, resusitasi kardiopulmoner.
Patofisiologi
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan masuk ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan jantung dan sirkulasi sistemik.
Tanda dan Gejala
1. Sesak napas berat.
2. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan.
3. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk.
4. Pengembangan dada tidak simetris.
5. Sianosis.
Pemeriksaan fisik
1. inspeksi
2. palpasi
3. perkusi
4. alkustasi
Pemeriksaan diagnostik
a. Sinar X dada: menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural; dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
b. GDA: variable tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
c. Torasentesis: menyatakan darah / cairan sero sanguinosa
d. Hb: mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
Terapi
1. Pneumotoraks Simpel
Merupakan pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan intra toraks yang progresif.
Ciri:
• Paru pada sisi yang terkena akan kolaps (parsial atau total).
• Tidak ada mediastinal shift.
• PF: bunyi napas ↓ , hyperresonance (perkusi), pengembangan dada ↓.
Penatalaksanaan: WSD.
2. Pneumotoraks Tension
Merupakan pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin bertambah (progresif). Pada pneumotoraks tension ditemukan mekanisme ventil (udara dapat masuk dengan mudah, tetapi tidak dapat keluar).
Ciri:
a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi: kolaps total paru, mediastinal shift (pendorongan mediastinum ke kontralateral), deviasi trakhea → venous return ↓ → hipotensi & respiratory distress berat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat, takipneu, hipotensi, JVP ↑, asimetris statis & dinamis.
c. Merupakan keadaan life-threatening → tdk perlu Ro.
Penatalaksanaan:
1. Dekompresi segera: large-bore needle insertion (sela iga II, linea mid-klavikula).
2. Pemasangan WSD.
3. Open Pneumothorax
Terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada dada sehingga udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai sucking-wound, terjadi kolaps total paru.
Penatalaksanaan:
1. Luka tidak boleh ditutup rapat (dapat menciptakan mekanisme ventil).
2. Pasang WSD dahulu baru tutup luka.
3. Singkirkan adanya perlukaan/laserasi pada paru-paru atau organ intra toraks lain.
4. Umumnya disertai dengan perdarahan (hematotoraks).
Pathway
Trauma dada
Kebocoran/tusukan/laserasi pleura visera
Udara/cairan masuk kedalam ruang pleura
Volume ruang pleura meningkat
Distress pernafasan
Gangguan pertukaran gas
Penekanan pada struktur mediasional
Pengkajian Keperawatan
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sirkulasi
Tanda: takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Tanda: ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Tanda: adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Gejala: nyeri dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
Tanda : Perilaku distraksi, mengerutkan wajah
f. Pernapasan
Tanda: pernapasan meningkat / takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun, fremitus menurun, perkusi dada : hipersonan diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Gejala: kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis, inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi tumor).
g. Keamanan
Gejala: adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
Diagnosa dan Intervensi keperawatan
• Pola pernapasan tak efektif b.d penurunan ekspansi paru, gangguan musculoskeletal, nyeri, ansietas, proses inflamasi.
Ditandai : Dispnea, takipnea
Perubahan kedalaman pernapasan
Penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Gangguan pengembangan dada
Sianosis, GDA tak normal
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 X 24 jam bersihan jalan napas klien efektif.
KH: Menunjukkan pola pernapasan normal / efektif dengan GDA dalam batas normal.
Bebas sianosis dan hipoksia
Intervensi:
a. Mengidentifikasikan etiologi / factor pencetus ex : kolaps spontan, trauma, keganasan.
b. Evaluasi fungsi pernapasan, catat kecepatan / pernapasan sesak, dispnea, terjadinya sianosis, perubahan tanda vital.
c. Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan ventilasi mekanik, catat perubahan tekanan udara.
d. Auskultasi bunyi napas
e. Catat pengembangan dada dan posisi trakea
f. Kaji fremitus
g. Kaji pasien adanya area nyeri tekan bila batuk, napas dalam.
h. Pertahankan posisi nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur, anjurkan pasien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional:
a. Pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat.
b. Distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stres fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia / perdarahan.
c. Kesulitan bernapasn dengan ventilator atau peningkatan jalan napas diduga memburuknya kondisi atau terjadinya komplikasi (mis. ruptur spontan dari bleb, terjadinya pneumotoraks)
d. Bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps paru menurunya bunyinya. Evaluasi juga dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi perbaikan pneumotoraks.
e. Pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang sakit pada tegangan pneumotoraks.
f. Suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang terisi cairan / konsolidasi.
g. Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif / mengurangi trauma.
h. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang sakit.
B. Saran
Hendaknya dalam memberikan tindakan medis pada pasien yang yang menderita Pneumothoraks, dilakukan secara tepat sesuai dengan prosedur yang berlaku. Agar penyakit ini bisa disembuhkan dengan baik. Perlu adanya kerjasama yang baik dari berbagai petugas medis.
Label:
ilmu
|
0
komentar
Tumor Paru
Kamis, Desember 24, 2009 |
Diposting oleh
Perawat Ksatria Indonesia |
Edit Entri
A. DEFINISI
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar).
Tumor paru adalah salah satu jenis tumor yang sulit disembuhkan. Sesuai namanya, tumor paru tumbuh di organ paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Tumor paru jika dibiarkan dapat berkembang menjadi kanker paru.
Biasanya tumor ini berkembang di saluran napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium akut.....
B. ETIOLOGI
Penyebab/faktor pendukung dari kanker paru, antara lain :
1. Merokok
Merokok adalah faktor risiko utama yang menyebabkan tumor paru-paru. Lebih dari 80 persen tumor paru-paru di seluruh dunia terjadi karena kebiasaan merokok. Bahan-bahan berbahaya di dalam rokok bisa merusak sel paru-paru. Seiring berjalannya waktu, sel-sel yang rusak ini bisa berubah menjadi tumor, bahkan menjadi kanker. Itulah sebabnya mengapa mengisap rokok, pipa, atau cerutu bisa menyebabkan kanker paru-paru.
2. Terpapar asap rokok
Selain itu, perokok pasif atau terpapar asap rokok juga bisa menyebabkan tumor paru-paru pada orang bukan perokok atau perokok pasif. Semakin sering seseorang terpapar asap rokok, semakin besar risikonya terkena tumor paru-paru.
3. Paparan zat karsinogen
Faktor risiko lain untuk tumor paru-paru, antara lain jika seseorang banyak mengirup zat seperti radon (sebuah gas radioaktif), asbestos, arsenik, krom, nikel, dan polusi udara. Orang dengan riwayat keluarga mengidap tumor paru juga memiliki tingkat risiko yang lebih besar. Orang yang pernah mengidap tumor paru punya risiko yang lebih besar untuk mengidap tumor paru yang kedua.
4. Genetik
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a. Penyebab kimiawi.
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada golongan darah O. Selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus. Pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
f. Faktor hormon.
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
C. KLASIFIKASI TUMOR
Tumor secara umum dibedakan atas tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna). Perbedaan keduanya dapat dituliskan sebagai berikut :
Tumor Benigna
Tumor Maligna
1. Sering disebut tumor
2. Tidak menyebar
3. Tidak mengancam hidup
4. Dapat dioperasi dengan baik
5. Pertumbuhannya lambat
6. Beberapa gambaran mitosis
7. Tumbuh ekspansif
8. Encapsulation biasanya ada
1. Disebut kanker
2. Sering metastasis
3. Kematian tinggi
4. Sulit dioperasi
5. Tumbuh cepat
6. Banyak gambaran mitosis
7. Tumbuh infiltratif
8. Psudoencapsulation
D. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa). Karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala Awal, meliputi keluhan non spesifik seperti :
a.Batuk
b.Penurunan berat badan, dispnea
c.Nyeri dada
d.Hemoptitis
Stadium Pada Kangker Paru:
Stadium I : Pertumbuhan kanker masih terbatas pada paru-paru dan dikelilingi
oleh jaringan paru
Stadium II : Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium III : Kanker telah menyebar keluar paru-paru
Stadium IIIa : Kanker dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IIIb : Kanker tidak dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IV : Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian
tubuh lainnya. Kondisi ini dinamai metastase.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Rontgen
Untuk melihat sejauh mana perkembangan/metastase dari tumor tersebut mengenai organ.
b. Biopsy bedah, biasanya digunakan di unit rawat jalan dengan menggunakan anastesi local.
c. Aspirasi jarum halus, dilakukan di unit rawat jalan dan biasanya dilakukan ketika lesi dideteksi melalui pemeriksaan fisik.
d. Tes laboratorium, dengan mengambil darah.
E. PENATALAKSANAAN
Tumor paru merupakan jenis tumor yang paling sulit diobati. Penderita tumor paru bisa dikatakan hampir pasti akan meninggal karena belum ada pengobatan yang tuntas. Kesempatan bertahan pasien tumor paru kurang dari lima tahun. Jarang ada pasien yang bertahan lebih dari lima tahun dengan tumor paru ganas.adapun pengobatannya sbb:
1. Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <>
»» read more
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC (Small Cell Lung Cancer) dan NSLC (Non Small Cell Lung Cancer/Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar).
Tumor paru adalah salah satu jenis tumor yang sulit disembuhkan. Sesuai namanya, tumor paru tumbuh di organ paru-paru. Tumor ini diakibatkan oleh sel yang membelah dan tumbuh tak terkendali pada organ paru. Tumor paru jika dibiarkan dapat berkembang menjadi kanker paru.
Biasanya tumor ini berkembang di saluran napas atau bagian alveolus. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan tumor ini menyebar ke seluruh tubuh jika sudah menjadi kanker paru stadium akut.....
B. ETIOLOGI
Penyebab/faktor pendukung dari kanker paru, antara lain :
1. Merokok
Merokok adalah faktor risiko utama yang menyebabkan tumor paru-paru. Lebih dari 80 persen tumor paru-paru di seluruh dunia terjadi karena kebiasaan merokok. Bahan-bahan berbahaya di dalam rokok bisa merusak sel paru-paru. Seiring berjalannya waktu, sel-sel yang rusak ini bisa berubah menjadi tumor, bahkan menjadi kanker. Itulah sebabnya mengapa mengisap rokok, pipa, atau cerutu bisa menyebabkan kanker paru-paru.
2. Terpapar asap rokok
Selain itu, perokok pasif atau terpapar asap rokok juga bisa menyebabkan tumor paru-paru pada orang bukan perokok atau perokok pasif. Semakin sering seseorang terpapar asap rokok, semakin besar risikonya terkena tumor paru-paru.
3. Paparan zat karsinogen
Faktor risiko lain untuk tumor paru-paru, antara lain jika seseorang banyak mengirup zat seperti radon (sebuah gas radioaktif), asbestos, arsenik, krom, nikel, dan polusi udara. Orang dengan riwayat keluarga mengidap tumor paru juga memiliki tingkat risiko yang lebih besar. Orang yang pernah mengidap tumor paru punya risiko yang lebih besar untuk mengidap tumor paru yang kedua.
4. Genetik
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :
a. Penyebab kimiawi.
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada lambung dari pada golongan darah O. Selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
d. Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
e. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus. Pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.
f. Faktor hormon.
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
C. KLASIFIKASI TUMOR
Tumor secara umum dibedakan atas tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna). Perbedaan keduanya dapat dituliskan sebagai berikut :
Tumor Benigna
Tumor Maligna
1. Sering disebut tumor
2. Tidak menyebar
3. Tidak mengancam hidup
4. Dapat dioperasi dengan baik
5. Pertumbuhannya lambat
6. Beberapa gambaran mitosis
7. Tumbuh ekspansif
8. Encapsulation biasanya ada
1. Disebut kanker
2. Sering metastasis
3. Kematian tinggi
4. Sulit dioperasi
5. Tumbuh cepat
6. Banyak gambaran mitosis
7. Tumbuh infiltratif
8. Psudoencapsulation
D. PATOFISIOLOGI
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel skuamosa). Karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehigga mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala Awal, meliputi keluhan non spesifik seperti :
a.Batuk
b.Penurunan berat badan, dispnea
c.Nyeri dada
d.Hemoptitis
Stadium Pada Kangker Paru:
Stadium I : Pertumbuhan kanker masih terbatas pada paru-paru dan dikelilingi
oleh jaringan paru
Stadium II : Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium III : Kanker telah menyebar keluar paru-paru
Stadium IIIa : Kanker dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IIIb : Kanker tidak dapat dicabut dengan operasi bedah
Stadium IV : Kanker telah menyebar dari tempat pertumbuhan awal ke bagian
tubuh lainnya. Kondisi ini dinamai metastase.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Rontgen
Untuk melihat sejauh mana perkembangan/metastase dari tumor tersebut mengenai organ.
b. Biopsy bedah, biasanya digunakan di unit rawat jalan dengan menggunakan anastesi local.
c. Aspirasi jarum halus, dilakukan di unit rawat jalan dan biasanya dilakukan ketika lesi dideteksi melalui pemeriksaan fisik.
d. Tes laboratorium, dengan mengambil darah.
E. PENATALAKSANAAN
Tumor paru merupakan jenis tumor yang paling sulit diobati. Penderita tumor paru bisa dikatakan hampir pasti akan meninggal karena belum ada pengobatan yang tuntas. Kesempatan bertahan pasien tumor paru kurang dari lima tahun. Jarang ada pasien yang bertahan lebih dari lima tahun dengan tumor paru ganas.adapun pengobatannya sbb:
1. Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <>
Label:
ilmu
|
0
komentar
Rheumatoid Arthritis
Kamis, Desember 24, 2009 |
Diposting oleh
Perawat Ksatria Indonesia |
Edit Entri
A. DEFINISI
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
Rheumatoid Artritis
A. DEFINISI
Rheumatoid Arthritis berasal dari dua kata Artitis yang artinya radang sendi dan Rematoid yang berasal dari kata "rheumatos" yang artinya mengalir. Dari kata rheumatos ini kemudian terciptalah istilah "demam rematik", yaitu dimulai dengan infeksi tenggorokan dan disertai dengan radang sendi. Suku kata "oid" berasal dari kata rematiod yang berarti "mirip", maka dapat
diartikan sebagai penyakit yang mirip demam rematik. Tapi bedanya Rheumatoid Arthritis bersifat progresif.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi).
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
Penyakit Rhemaotid Arthritis sebenarnya merupakan salah satu bentuk penyakit sendi, yang biasanya disebut sebagai salah satu jenis penyakit rematik oleh masyarakat umum. Rematik memiliki lebih dari 100 jenis dimana gejalanya mirip satu dengan yang lain. Oleh karena itu, banyak masyarakat awam bahkan dokter sekalipun sering kurang tepat menentukan jenis penyakit
yang diderita.
Rhemaotid Arthritis atau RA harus segera ditangani dan diobati secara tepat karena dapat menyebabkan kecacatan, penurunan kualitas hidup, bahkan kematian jika sudah mencapai tingkat keparahan yang bersifat lanjut. Sering kali RA terlambat ditangani karena banyaknya anggapan dimaasyarakat bahwa keluhan nyari sendi akibat asam urat. Ini yang
perlu untuk selalu diingat bahwa tidak semua nyeri sendi adalah karena asam urat.
RA merupakan suatu penyakit otoimun. Otoimun yaitu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan benda asing yang membahayakan tubuh tapi menyerang tubuh itu sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa RA disebabkan oleh kesalahan sistem kekebalan
tubuh yang justru menyerang tubuh sendiri, terutama menyerang sendi-sendi dan menyebabkan peradangan.
RA menyerang sinovium yaitu lapisan dalam bungkus sendi. Peradangan pada sinovium ini disebut dengan sinovitis. RA adalah penyakit sendi menahun dimana terkadang gejala penyakitnya tidak muncul dalam selang waktu beberapa lama namun kemudian dapat muncul lagi, menyerang berbagai sendi, dan biasanya simetris (bila menyerang bagian tubuh kanan
maka bagian kiri juga ikut terkena).
Keadaan penyakit RA semakin lama akan semakin parah, dan dapat sampai merusak sendi secara total, sehingga sendi tidak dapat digerakkan lagim dan mengakibatkan kecacatan. Pnderita RA tidak dapat bebas bergerak karena merasakan kakudan nyeri di persendian dan pada umumnya tidak mampu melakukan kegiatan fisik sehingga menyebabkan penderitaan
berkepanjangan dan menurunnya kualitas hidup.
Peradangan sendi pada RA mengakibatkan sendi menjadi bengkak, sakit, kaku, dan merah meradang.....
B. ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
C. PATOFISIOLOGI
Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim – enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Membran syinovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks. Aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peninkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.
D. TANDA DAN GEJALA
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
2. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
3. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4. LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
5. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
6. SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
7. JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
8. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
9. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
10. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
11. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
12. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
13. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
G. PENATALAKSANAAN
Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :
• Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
• Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
• Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
• Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (misal: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan TMJ). Tanda : Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap, Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri Akut/ Kronis
Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Dapat dibuktikan oleh: Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus Perilaku distraksi/ respons autonomik Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi.
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
• Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
• Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan
• Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
• Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri
Intervensi dan Rasional:
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program).
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri).
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi).
d. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi).
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan).
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri).
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping).
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat).
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi).
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas).
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut).
2. Kerusakan Mobilitas Fisik
Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal.
Nyeri, ketidaknyamanan Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
• Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
• Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi).
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan).
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi).
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit).
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor).
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas).
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh).
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat).
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas).
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut).
3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat. Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi. Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
• Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung).
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut).
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri).
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi).
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut).
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri).
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi).
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri).
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri).
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan).
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif).
4. Kurang Perawatan Diri
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
• Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional).
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri).
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran).
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual).
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah).
5. Penatalaksanaan Pemeliharaan Rumah, Kerusakan, Resiko Tinggi Terhadap
Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
• Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan).
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu).
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus).
d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, misal: lift, peninggian dudukan toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang).
e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/ Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian).
f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi rumah).
6. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), Mengenai Penyakit, Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan
Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat.
Kesalahan interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah. Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan:
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi).
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, dan program diet seimbang, latihan dan istirahat. (R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas).
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks).
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis).
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari).
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, misal: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi).
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya).
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan).
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki).
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan).
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, misal: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi. (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian).
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang, tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R/ mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R/ mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, misal: LED, Kadar salisilat, PT. ( R/ Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya).
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R/ Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, misal: yayasan arthritis ( bila ada). (R/ bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
DAFTAR PUSTAKA
Atritis Reumatoid (patofisiologi, Pemeriksaan Penunjang, Prognosis). http://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis.
Review: Patofisiologi Rheumatoid Arthritis. http://www.juraganmedis.com/patofisiologirheumatoid-arthritis.html
»» read more
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
Rheumatoid Artritis
A. DEFINISI
Rheumatoid Arthritis berasal dari dua kata Artitis yang artinya radang sendi dan Rematoid yang berasal dari kata "rheumatos" yang artinya mengalir. Dari kata rheumatos ini kemudian terciptalah istilah "demam rematik", yaitu dimulai dengan infeksi tenggorokan dan disertai dengan radang sendi. Suku kata "oid" berasal dari kata rematiod yang berarti "mirip", maka dapat
diartikan sebagai penyakit yang mirip demam rematik. Tapi bedanya Rheumatoid Arthritis bersifat progresif.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi).
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
Penyakit Rhemaotid Arthritis sebenarnya merupakan salah satu bentuk penyakit sendi, yang biasanya disebut sebagai salah satu jenis penyakit rematik oleh masyarakat umum. Rematik memiliki lebih dari 100 jenis dimana gejalanya mirip satu dengan yang lain. Oleh karena itu, banyak masyarakat awam bahkan dokter sekalipun sering kurang tepat menentukan jenis penyakit
yang diderita.
Rhemaotid Arthritis atau RA harus segera ditangani dan diobati secara tepat karena dapat menyebabkan kecacatan, penurunan kualitas hidup, bahkan kematian jika sudah mencapai tingkat keparahan yang bersifat lanjut. Sering kali RA terlambat ditangani karena banyaknya anggapan dimaasyarakat bahwa keluhan nyari sendi akibat asam urat. Ini yang
perlu untuk selalu diingat bahwa tidak semua nyeri sendi adalah karena asam urat.
RA merupakan suatu penyakit otoimun. Otoimun yaitu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan benda asing yang membahayakan tubuh tapi menyerang tubuh itu sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa RA disebabkan oleh kesalahan sistem kekebalan
tubuh yang justru menyerang tubuh sendiri, terutama menyerang sendi-sendi dan menyebabkan peradangan.
RA menyerang sinovium yaitu lapisan dalam bungkus sendi. Peradangan pada sinovium ini disebut dengan sinovitis. RA adalah penyakit sendi menahun dimana terkadang gejala penyakitnya tidak muncul dalam selang waktu beberapa lama namun kemudian dapat muncul lagi, menyerang berbagai sendi, dan biasanya simetris (bila menyerang bagian tubuh kanan
maka bagian kiri juga ikut terkena).
Keadaan penyakit RA semakin lama akan semakin parah, dan dapat sampai merusak sendi secara total, sehingga sendi tidak dapat digerakkan lagim dan mengakibatkan kecacatan. Pnderita RA tidak dapat bebas bergerak karena merasakan kakudan nyeri di persendian dan pada umumnya tidak mampu melakukan kegiatan fisik sehingga menyebabkan penderitaan
berkepanjangan dan menurunnya kualitas hidup.
Peradangan sendi pada RA mengakibatkan sendi menjadi bengkak, sakit, kaku, dan merah meradang.....
B. ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimmun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
C. PATOFISIOLOGI
Reaksi autoimun dalam jaringan sinovial yang melakukan proses fagositosis yang menghasilkan enzim – enzim dalam sendi untuk memecah kolagen sehingga terjadi edema proliferasi membran sinovial dan akhirnya membentuk pannus. Pannus tersebut akan menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang sehingga akan berakibat menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi.
Membran syinovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks. Aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peninkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.
D. TANDA DAN GEJALA
Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. . Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
2. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
3. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4. LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
5. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
6. SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
7. JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
8. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
9. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
10. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
11. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
12. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
13. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.
G. PENATALAKSANAAN
Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :
• Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
• Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
• Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
• Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk bentuk arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan. Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (misal: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala: Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan TMJ). Tanda : Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap, Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja )
Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian.
Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
Pertimbangan : DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
Rencana Pemulanagan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Nyeri Akut/ Kronis
Dapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Dapat dibuktikan oleh: Keluhan nyeri,ketidaknyamanan, kelelahan. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus Perilaku distraksi/ respons autonomik Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi.
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
• Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
• Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan
• Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
• Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri
Intervensi dan Rasional:
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program).
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri).
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi).
d. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi).
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan).
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri).
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping).
h. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat).
i. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi).
j. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas).
k. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut).
2. Kerusakan Mobilitas Fisik
Dapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal.
Nyeri, ketidaknyamanan Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
• Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
• Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi).
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan).
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi).
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit).
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor).
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas).
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh).
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat).
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas).
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut).
3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran
Dapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan p[ada orang terdekat. Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi. Perasaan tidak berdaya, putus asa.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
• Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung).
b. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut).
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri).
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi).
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut).
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri).
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi).
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri).
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri).
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan).
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif).
4. Kurang Perawatan Diri
Dapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
• Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional).
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri).
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran).
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual).
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah).
5. Penatalaksanaan Pemeliharaan Rumah, Kerusakan, Resiko Tinggi Terhadap
Faktor risiko meliputi : Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
Dapat dibuktikan oleh : (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)
Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
• Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
Intervensi dan Rasional:
a. Kaji tingkat fungsi fisik (R/ Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan).
b. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri. (R/ Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu).
c. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga. (R/ Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus).
d. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, misal: lift, peninggian dudukan toilet. (R/ Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang).
e. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi. (R/ Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian).
f. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada. (R/ Memberikan kemudahan berpindah pada/mendukung kontinuitas dalam situasi rumah).
6. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar), Mengenai Penyakit, Prognosis, Dan Kebutuhan Pengobatan
Dapat dihubungkan dengan : Kurangnya pemajanan/ mengingat.
Kesalahan interpretasi informasi.
Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah. Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan:
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi).
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, dan program diet seimbang, latihan dan istirahat. (R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas).
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks).
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis).
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari).
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, misal: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi).
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya).
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan).
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki).
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan).
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, misal: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi. (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian).
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang, tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R/ mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R/ mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, misal: LED, Kadar salisilat, PT. ( R/ Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya).
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R/ Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, misal: yayasan arthritis ( bila ada). (R/ bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).
DAFTAR PUSTAKA
Atritis Reumatoid (patofisiologi, Pemeriksaan Penunjang, Prognosis). http://albadroe.multiply.com/journal/item/16/Atritis_Reumatoid_patofisiologi_Pemeriksaan_Penunjang_Prognosis.
Review: Patofisiologi Rheumatoid Arthritis. http://www.juraganmedis.com/patofisiologirheumatoid-arthritis.html
Label:
ilmu
|
0
komentar
Langganan:
Postingan (Atom)
jam
Jumlah pengunjung
Laskar X-Pan City
- Perawat Ksatria Indonesia
- Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
- Dunia telah memberikan arti bagi hidupku. Saya hanyalah anak kampung yang tidak ingin ketinggalan dengan kemajuan teknologi. Bukan saatny orang kampung termarjinalkan. Sekarang adalah saatnya untuk maju. membuka bakat terpendam yang dimiliki oleh orang kampung seperti saya ini.
Perjalananku
- [TIPS] (8)
- anak (2)
- askep (6)
- bedah (10)
- bisnisku (5)
- curahan hatiku (9)
- dari sahabatku (10)
- gawat darurat (4)
- GIZI (1)
- hanya cerita (2)
- Hiburan (5)
- ilmu (22)
- ilmu jiwa (1)
- informasi (12)
- kulit (1)
- maternitas (2)
- motivasi (2)
- musik (1)
- my fam (1)
- obat (1)
- pedoman perawat (1)
- penyakit dalam (3)
- skripsi (1)
- SYARAF (1)
- teman (2)
- Untuk mengingatkan (11)
- VITAMIN (6)